Reaksi Redoks dan Elektrokimia
REAKSI  REDOKS DAN ELEKTROKIMIA

Elektrokimia I : Penyetaraan Reaksi Redoks dan Sel Volta
Dalam tulisan ini, kita   akan mempelajari  dasar-dasar reaksi redoks, mempelajari cara   menyetarakan reaksi redoks  dengan metode perubahan bilangan oksidasi dan   metode setengah reaksi,  serta mempelajari 
seluk-beluk tentang sel volta dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
seluk-beluk tentang sel volta dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Reaksi Redoks adalah  reaksi yang   didalamnya terjadi perpindahan elektron secara berurutan  dari satu   spesies kimia ke spesies kimia lainnya, yang sesungguhnya  terdiri atas   dua reaksi yang berbeda, yaitu oksidasi (kehilangan elektron) dan   reduksi (memperoleh elektron). Reaksi ini merupakan   pasangan, sebab elektron yang hilang pada reaksi oksidasi   sama dengan elektron yang diperoleh pada reaksi reduksi.   Masing-masing reaksi (oksidasi dan reduksi)   disebut reaksi paruh (setengah reaksi), sebab   diperlukan dua setengah reaksi ini untuk membentuk sebuah   reaksi  dan reaksi keseluruhannya disebut reaksi redoks.
Ada tiga definisi yang dapat  digunakan untuk oksidasi,  yaitu kehilangan elektron,  memperoleh oksigen, atau kehilangan  hidrogen. Dalam  pembahasan ini, kita menggunakan definisi kehilangan  elektron.  Sementara definisi lainnya berguna saat menjelaskan  proses fotosintesis  dan pembakaran.
Oksidasi   adalah  reaksi dimana suatu senyawa kimia kehilangan elektron   selama  perubahan dari reaktan menjadi produk. Sebagai contoh, ketika   logam  Kalium bereaksi dengan gas Klorin membentuk garam Kalium Klorida    (KCl), logam Kalium kehilangan satu elektron yang kemudian akan    digunakan oleh klorin. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
K  —–>    K+ + e-
Ketika Kalium kehilangan elektron,  para kimiawan  mengatakan bahwa logam Kalium itu telah teroksidasi   menjadi kation Kalium.
Seperti  halnya oksidasi,  ada tiga definisi yang dapat digunakan  untuk menjelaskan reduksi,  yaitu memperoleh  elektron, kehilangan oksigen, atau memperoleh  hidrogen.  Reduksi   sering dilihat sebagai proses  memperoleh  elektron. Sebagai contoh,  pada proses penyepuhan perak pada  perabot  rumah tangga, kation perak  direduksi menjadi logam perak  dengan cara  memperoleh elektron. Reaksi  yang terjadi adalah sebagai  berikut :
Ag+ + e-  ——>    Ag
Ketika mendapatkan   elektron, para kimiawan mengatakan bahwa kation perak telah tereduksi   menjadi logam perak.
Baik oksidasi   maupun reduksi tidak  dapat terjadi sendiri, harus   keduanya. Ketika elektron tersebut  hilang, sesuatu harus mendapatkannya.    Sebagai contoh, reaksi yang  terjadi antara logam seng dengan larutan   tembaga (II) sulfat dapat  dinyatakan dalam persamaan reaksi berikut :
Zn(s) + CuSO4(aq) ——>    ZnSO4(aq) + Cu(s)
Zn(s)  + Cu2+(aq) ——>  Zn2+(aq)   + Cu(s) (persamaan ion bersih)
Sebenarnya, reaksi keseluruhannya terdiri atas dua reaksi   paruh :
Zn(s)  ——>    Zn2+(aq) + 2e-
Cu2+(aq) + 2e-  ——>  Cu(s)
Logam  seng kehilangan dua elektron, sedangkan  kation tembaga (II) mendapatkan  dua elektron yang sama. Logam seng teroksidasi.  Tetapi,  tanpa adanya kation tembaga (II), tidak akan terjadi suatu apa  pun.  Kation tembaga (II) disebut zat pengoksidasi (oksidator).   Oksidator menerima elektron yang berasal dari spesies   kimia yang telah teroksidasi.
Sementara  kation tembaga (II) tereduksi  karena mendapatkan elektron. Spesies yang  memberikan elektron disebut zat  pereduksi (reduktor).  Dalam hal ini, reduktornya adalah  logam seng. Dengan  demikian, oksidator adalah spesies yang  tereduksi dan reduktor  adalah spesies yang teroksidasi.  Baik oksidator maupun  reduktor  berada di ruas kiri (reaktan) persamaan  redoks.
Elektrokimia adalah   salah satu dari cabang  ilmu kimia yang mengkaji tentang perubahan   bentuk energi listrik  menjadi energi kimia dan sebaliknya. Proses elektrokimia   melibatkan reaksi redoks. Proses transfer elektron   akan menghasilkan sejumlah energi listrik. Aplikasi elektrokimia   dapat diterapkan dalam dua jenis sel, yaitu sel volta   dan sel elektrolisis. Sebelum membahas kedua jenis  sel  tersebut, kita terlebih dahulu akan mempelajari metode penyetaraan   reaksi redoks.
Persamaan  reaksi  redoks  biasanya sangat kompleks, sehingga metode penyeteraan  reaksi  kimia  biasa tidak dapat diterapkan dengan baik. Dengan  demikian, para   kimiawan mengembangkan dua metode untuk menyetarakan  persamaan redoks.   Salah satu metode disebut metode perubahan bilangan oksidasi   (PBO), yang berdasarkan pada perubahan bilangan oksidasi yang   terjadi selama reaksi. Metode lain, disebut metode setengah   reaksi (metode ion-elektron). Metode ini melibatkan dua buah reaksi   paruh, yang kemudian digabungkan menjadi reaksi redoks   keseluruhan.
Berikut ini  penjelasan  sekilas tentang metode setengah reaksi : persamaan    redoks yang belum setara diubah menjadi persamaan ion dan kemudian    dipecah menjadi dua reaksi paruh, yaitu reaksi oksidasi dan reaksi    reduksi; setiap reaksi paruh ini disetarakan dengan terpisah dan    kemudian digabungkan untuk menghasilkan ion yang telah disetarakan;    akhirnya, ion-ion pengamat kembali dimasukkan ke persamaan ion yang    telah disetarakan, mengubah reaksi menjadi bentuk molekulnya.
Sebagai contoh, saya akan menjelaskan   langkah-langkah untuk menyetarakan persamaan redoks berikut :
Fe2+(aq) + Cr2O72-(aq)   ——>  Fe3+(aq) + Cr3+(aq)
1. Menuliskan persamaan reaksi  keseluruhan
Fe2+  +  Cr2O72-  ——>  Fe3+  +  Cr3+
2.  Membagi reaksi menjadi dua reaksi paruh
Fe2+  ——>  Fe3+
 Cr2O72-   ——>  Cr3+
3.   Menyetarakan jenis atom dan jumlah atom dan muatan pada masing-masing setengah   reaksi; dalam suasana asam, tambahkan H2O  untuk  menyetarakan atom O dan H+ untuk menyetarakan atom H
Fe2+ ——>  Fe3+  +  e-
6 e-  + 14 H+  + Cr2O72- ——>  2  Cr3+ +   7 H2O
4. Menjumlahkan kedua setengah  reaksi; elektron pada  kedua sisi harus saling meniadakan; jika oksidasi  dan reduksi  memiliki jumlah elektron yang  berbeda, maka harus disamakan terlebih  dahulu
6 Fe2+ ——>   6 Fe3+ + 6 e- ………………  (1)
6 e- + 14 H+ +  Cr2O72-  ——>  2 Cr3+ +  7  H2O ……………… (2)
6 Fe2+ +   14 H+ +  Cr2O72- ——>  6  Fe3+ + 2  Cr3+ +  7 H2O ………………… [(1) +  (2)]
5.  Mengecek kembali dan yakin bahwa   kedua ruas memiliki jenis atom dan  jumlah atom yang sama, serta  memiliki  muatan yang sama pada kedua ruas  persamaan reaksi
Untuk reaksi yang berlangsung dalam suasana basa,   tambahkan ion OH-  dalam jumlah yang sama dengan ion H+   pada masing-masing ruas untuk menghilangkan ion H+.   Persamaan reaksi tersebut  berubah menjadi sebagai berikut :
6 Fe2+ +  14 H+ +  14  OH- + Cr2O72-   ——>  6 Fe3+ + 2 Cr3+ +  7 H2O   + 14 OH-
6  Fe2+ +  14 H2O + Cr2O72-   ——>  6 Fe3+ + 2 Cr3+ +  7 H2O   + 14 OH-
6  Fe2+ +  7 H2O  + Cr2O72-   ——>  6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 14   OH-
Berikut  ini  adalah contoh lain penyelesaian penyetaraan persamaan reaksi redoks  :
Cu(s) + HNO3(aq)  ——>   Cu(NO3)2(aq) + NO(g) + H2O(l)
1. Mengubah reaksi redoks yang  belum disetarakan  menjadi bentuk ion
Cu +  H+  +  NO3-  ——>  Cu2+  +  2 NO3-  +  NO  +  H2O
2. Menentukan  bilangan oksidasi dan  menuliskan dua setengah reaksi (oksidasi  dan reduksi) yang  menunjukkan spesies kimia yang telah mengalami  perubahan bilangan  oksidasi
Cu  ——>    Cu2+
NO3-  ——>   NO
3. Menyetarakan semua atom,   dengan pengecualian untuk oksigen dan hidrogen
Cu  ——>   Cu2+
NO3-  ——>  NO
4. Menyetarakan atom oksigen  dengan  menambahkan H2O pada ruas yang kekurangan oksigen
Cu  ——>  Cu2+
NO3- ——>  NO +  2 H2O
5.  Menyetarakan atom hidrogen dengan menambahkan H+  pada ruas  yang kekurangan hidrogen
Cu   ——>  Cu2+
4 H+  +  NO3- ——>  NO + 2 H2O
6. Menyetarakan muatan ion pada setiap  ruas setengah  reaksi dengan menambahkan elektron
Cu   ——>  Cu2+ + 2 e-
3 e- + 4 H+ +  NO3-  ——>  NO + 2 H2O
7.  Menyetarakan kehilangan elektron  dengan perolehan elektron antara kedua  setengah reaksi
3 Cu  ——> 3  Cu2+ + 6 e-
6 e-  + 8 H+ +  2 NO3- ——>  2 NO  +  4 H2O
8. Menggabungkan kedua reaksi paruh   tersebut dan menghilangkan spesi yang sama di kedua sisi; elektron   selalu harus dihilangkan (jumlah elektron di kedua sisi harus sama)
3 Cu   ——>  3 Cu2+ + 6  e- ……………………..  (1)
6 e-  + 8 H+ +  2 NO3 ——>   2 NO  +  4 H2O   …………………….. (2)
3 Cu  +  8 H+  +  2 NO3-  ——>  3 Cu2+ +  2 NO  +  4  H2O  ……………………………..  [(1) + (2)]
9. Mengubah persamaan reaksi  kembali ke bentuk molekulnya  dengan menambahkan ion pengamat
3  Cu +  8 H+ +  2 NO3-  +  6 NO3-  ——>  3 Cu2+  +  2 NO  +  4 H2O  +  6 NO3-
3 Cu  +  8 HNO3  ——>  3  Cu(NO3)2 +  2 NO  +  4 H2O
10.  Memeriksa kembali untuk  meyakinkan bahwa semua  atomnya telah setara,  semua muatannya telah  setara, dan semua  koefisiennya ada dalam bentuk  bilangan bulat terkecil
Metode lain yang digunakan dalam  menyetarakan  persamaan reaksi redoks adalah metode perubahan  bilangan  oksidasi (PBO). Saya akan menjelaskan langkah-langkah   penyetaraan reaksi redoks dengan metode PBO melalu   contoh berikut :
MnO4-(aq)   + C2O42-(aq) ——>  Mn2+(aq)   + CO2(g)
1.   Menentukan bilangan oksidasi masing-masing unsur
MnO4- +  C2O42-   ——> Mn2+ +  CO2
+7 -2      +3   -2            +2 +4 -2
2. Menentukan unsur yang mengalami  perubahan  bilangan oksidasi serta besarnya perubahan bilangan oksidasi
Mn mengalami perubahan bilangan  oksidasi dari +7  menjadi +2; besarnya perubahan bilangan oksidasi (Δ)  sebesar 5
C mengalami perubahan  bilangan oksidasi dari +3  menjadi +4; besarnya perubahan bilangan  okisdasi (Δ) sebesar 1
3.  Mengalikan perubahan bilangan oksidasi (Δ)  dengan jumlah atom yang  mengalami perubahan bilangan oksidasi
Mn : Δ = 5 x 1 = 5
C      :  Δ = 1 x 2 = 2
4. Menyamakan   jumlah atom yang mengalami perubahan bilangan oksidasi pada   masing-masing ruas
MnO4-   +  C2O42- ——>  Mn2+   +  2 CO2
5. Menyamakan perubahan bilangan oksidasi (Δ); bilangan  pengali  dijadikan sebagai koefisien reaksi baru
Mn  dikalikan 2 dan C dikalikan 5, sehingga Δ kedua  unsur sama, yaitu  sebesar 10
2  MnO4-  +  5 C2O42-  ——>   2 Mn2+ +  10  CO2
6. Dalam tahap  ini, reaksi hampir selesai disetarakan; selanjutnya  atom O dapat  disetarakan dengan menambahkan H2O pada ruas  yang kekurangan  atom O; sementara untuk menyetarakan atom H, gunakan H+
16 H+ +  2 MnO4-  +  5 C2O42-  ——>   2 Mn2+ +   10  CO2 +  8 H2O
7.  Memeriksa kembali untuk  meyakinkan bahwa semua  atomnya telah setara,  semua muatannya telah  setara, dan semua  koefisiennya ada dalam bentuk  bilangan bulat terkecil
Untuk reaksi yang berlangsung dalam  suasana basa,  tambahkan ion OH-  dalam jumlah yang sama  dengan ion H+  pada masing-masing ruas untuk menghilangkan ion  H+.  Persamaan reaksi tersebut  berubah menjadi sebagai  berikut :
16 OH-  + 16 H+ +   2 MnO4- +  5 C2O42-   ——>  2 Mn2+ +  10 CO2   +  8 H2O + 16 OH-
16 H2O +  2  MnO4-  +  5 C2O42-   ——>   2 Mn2+ +   10 CO2 +  8 H2O  + 16 OH-
8  H2O +   2 MnO4- +  5 C2O42-   ——>  2 Mn2+ +  10 CO2   +  16 OH-
Selanjutnya,  saya akan kembali memberikan sebuah contoh  penyelesaian persamaan  reaksi redoks dengan metode PBO :
MnO(s) + PbO2(s)  + HNO3(aq)  ——>  HMnO4(aq) + Pb(NO3)2(aq)  + H2O(l)
1.  Mengubah reaksi redoks yang belum disetarakan  menjadi bentuk ion
MnO  + PbO2  + H+ +  NO3‑ ——>  H+ +  MnO4-  + Pb2+ + 2 NO3- +  H2O
2. Menentukan bilangan  oksidasi  masing-masing unsur
MnO    + PbO2 + H+ + NO3‑   ——>  H+ + MnO4- +  Pb2+  + 2 NO3- +  H2O
+2 -2   +4   -2  + 1    +5  -2         +1     +7 -2       +2   +5  -2     +1  -2
3. Menuliskan   kembali semua unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi; ion   pengamat tidak disertakan
MnO    +  PbO2 ——>  MnO4-   +  Pb2+  
+2 -2     +4  -2           +7 -2       +2
4. Menentukan unsur yang mengalami  perubahan  bilangan oksidasi serta besarnya perubahan bilangan oksidasi
Mn mengalami perubahan bilangan  oksidasi dari +2  menjadi +7; besarnya perubahan bilangan oksidasi (Δ)  sebesar 5
Pb mengalami perubahan  bilangan oksidasi dari +4  menjadi +2; besarnya perubahan bilangan  okisdasi (Δ) sebesar 2
5.  Mengalikan perubahan bilangan oksidasi (Δ)  dengan jumlah atom yang  mengalami perubahan bilangan oksidasi
Mn : Δ = 5 x 1 = 5
Pb    : Δ  = 2 x 1 = 2
6. Menyamakan  jumlah  atom yang mengalami perubahan bilangan oksidasi pada  masing-masing  ruas
MnO  +  PbO2   ——>   MnO4- +  Pb2+
7. Menyamakan perubahan bilangan  oksidasi (Δ); bilangan pengali  dijadikan sebagai koefisien reaksi baru
Mn  dikalikan 2 dan Pb dikalikan 5,  sehingga Δ kedua unsur sama, yaitu  sebesar 10
2 MnO  +  5  PbO2   ——>  2 MnO4-  +  5  Pb2+
8.  Dalam tahap ini, reaksi hampir selesai disetarakan;  selanjutnya atom O  dapat disetarakan dengan menambahkan H2O  pada ruas yang  kekurangan atom O; sementara untuk menyetarakan atom H,  gunakan H+
8 H+ +    2 MnO  +  5 PbO2  ——>   2  MnO4- +  5 Pb2+  +   4 H2O
9. Mengubah persamaan reaksi kembali ke be ntuk molekulnya dengan   menambahkan ion pengamat
10  NO3-  +  2 H+   +  8 H+ +   2 MnO  +  5 PbO2 ——>  2 MnO4-  +  5  Pb2+ +  4 H2O  +  2 H+ +    10 NO3-
2 MnO  +  5 PbO2 +  10 HNO3     ——>  2 HMnO4 +   5  Pb(NO3)2 +  4 H2O
10.  Memeriksa kembali untuk meyakinkan  bahwa  semua atomnya telah setara,  semua muatannya telah setara, dan  semua  koefisiennya ada dalam bentuk  bilangan bulat terkecil
Pada pembahasan sebelumnya, kita telah   mengetahui  bahwa saat sepotong logam seng dicelupkan ke dalam larutan   tembaga (II)  sulfat, akan terjadi reaksi redoks. Logam seng akan   teroksidasi  menjadi ion Zn2+, sementara ion Cu2+   akan  tereduksi menjadi logam tembaga yang menutupi permukaan logam  seng.   Persamaan untuk reaksi ini adalah sebagai berikut :
Zn(s) + Cu2+(aq)   ——>  Zn2+(aq) + Cu(s)
Ini merupakan contoh perpindahan  elektron  langsung. Logam seng memberikan dua elektron (menjadi teroksidasi)   ke ion Cu2+ yang menerima kedua elektron tersebut (mereduksinya   menjadi logam tembaga). Logam tembaga akan melapisi permukaan   logam seng.
Seandainya kedua reaksi   paruh tersebut dapat dipisahkan, sehingga ketika logam seng teroksidasi,   elektron akan dilepaskan dan dialirkan melalui kawat penghantar untuk   mencapai ion Cu2+ (perpindahan elektron tidak langsung),    kita akan mendapatkan sesuatu yang bermanfaat. Selama reaksi kimia    berlangsung, akan terjadi aliran elektron yang menghasilkan energi    listrik. Peralatan yang dapat mengubah energi kimia (reaksi   redoks) menjadi arus listrik (aliran   elektron = energi listrik) dikenal dengan Sel   Volta atau Sel Galvani.
Salah satu contoh sel volta yang   sering digunakan para kimiawan adalah Sel Daniell. Sel   volta ini menggunakan reaksi antara logam Zn dan ion Cu2+   untuk menghasilkan listrik. Sel Daniell diberi nama   menurut penemunya, John Frederic Daniell, seorang   kimiawan Inggris yang menemukannya pada tahun 1836).
Pada Sel Daniell,  sepotong logam  seng dimasukkan ke dalam larutan seng (II) sulfat, ZnSO4(aq),   pada satu wadah. Sementara, sepotong logam tembaga juga dimasukkan ke   dalam larutan tembaga (II) sulfat, CuSO4(aq), pada wadah   lainnya. Potongan logam tersebut disebut elektroda  yang   berfungsi sebagai ujung akhir atau penampung elektron. Kawat   penghantar  akan menghubungkan elektroda-elektrodanya. Selanjutnya,   rangkaian sel  dilengkapi pula dengan jembatan garam. Jembatan   garam,  biasanya berupa tabung berbentuk U yang terisi penuh   dengan larutan  garam pekat, memberikan jalan bagi ion untuk bergerak   dari satu tempat  ke tempat lainnya untuk menjaga larutan agar muatan   listriknya tetap  netral.
Sel   Daniell bekerja atas dasar prinsip reaksi redoks.   Logam seng teroksidasi  dan membebaskan elektron yang   mengalir melalui kawat menuju elektroda  tembaga. Selanjutnya, elektron   tersebut digunakan oleh  ion Cu2+  yang  mengalami  reduksi membentuk logam tembaga. Ion Cu2+  dari   larutan tembaga (II) sulfat akan melapisi elektroda  tembaga,  sedangkan  elektroda seng semakin berkurang (habis).  Kation-kation di  dalam jembatan  garam berpindah ke  wadah yang  mengandung elektroda tembaga  untuk menggantikan ion tembaga  yang  semakin habis. Sebaliknya,  anion-anion pada jembatan garam  berpindah ke sisi  elektroda seng, yang menjaga agar larutan  yang mengandung ion Zn2+  tetap bermuatan listrik netral.
Elektroda  seng disebut anoda,  yaitu elektroda yang menjadi  tempat terjadinya reaksi oksidasi.  Oleh karena anoda  melepaskan elektron, maka anoda  kaya akan elektron  sehingga diberi tanda negatif (kutub  negatif).  Sementara, elektroda tembaga disebut katoda,  yaitu  elektroda yang menjadi tempat terjadinya reaksi reduksi.   Oleh karena katoda menerima elektron, maka katoda   kekurangan elektron sehingga diberi tanda positif (kutub   positif).
Reaksi yang  terjadi  pada masing-masing elektroda (reaksi setengah sel)   adalah sebagai berikut :
Anoda  (-)    :      Zn(s) ——>  Zn2+(aq) +  2e-  ……………………. (1)
Katoda  (+)  :     Cu2+(aq)  + 2e- ——>  Cu(s)  …………………….  (2)
Reaksi Sel    :     Zn(s) +  Cu2+(aq) ——>  Zn2+(aq)  +  Cu(s) …………………………… [(1) + (2)]
Munculnya  arus listrik (aliran elektron) yang terjadi dari anoda  menuju  katoda disebabkan oleh perbedaan  potensial  elektrik  antara kedua elektroda tersebut. Melalui  percobaan,  perbedaan  potensial elektrik antara katoda dan anoda dapat  diukur  dengan voltmeter dan hasilnya berupa potensial   standar sel (E°sel). Semakin besar perbedaan   potensial elektrik, semakin besar pula arus listrik dan   potensial standar sel yang dihasilkan.
Reaksi yang terjadi pada sel  volta dapat  dinyatakan dalam bentuk yang lebih ringkas, yaitu notasi  sel.  Sesuai dengan kesepakatan, reaksi oksidasi dinyatakan   di sisi kiri, sementara reaksi reduksi dinyatakan di   sisi kanan. Notasi sel untuk Sel Daniell   adalah sebagai berikut :
Zn(s)   /  Zn2+(aq) //  Cu2+(aq)  /    Cu(s)
Saat  konsentrasi ion  Cu2+ dan Zn2+ masing-masing 1 M,  terlihat pada voltmeter  bahwa besarnya potensial  standar sel (E°sel)   bagi Sel Daniell adalah  1,10 V pada suhu  25°C. Oleh karena reaksi sel merupakan  hasil  penjumlahan dari dua reaksi setengah sel, maka potensial   standar sel merupakan hasil penjumlahan dari dua potensial   standar setengah sel. Pada Sel Daniell, potensial   standar sel merupakan hasil penjumlahan potensial elektroda  Cu  dan Zn. Dengan mengetahui potensial standar dari   masing-masing elektroda, kita dapat menentukan besarnya potensial   standar sel lain yang terbentuk. Potensial yang   digunakan dalam pemahasan ini adalah potensial standar reduksi.
Potensial standar  reduksi  masing-masing elektroda dapat ditentukan dengan  membandingkannya  terhadap elektroda standar (acuan), yaitu elektroda   hidrogen standar (SHE = Standard Hydrogen Electrode).   Keadaan standar yang dimaksud adalah saat tekanan gas H2   sebesar 1 atm, konsentrasi larutan ion H+  sebesar 1 M, dan   dan pengukuran dilakukan pada suhu 25°C. Sesuai dengan kesepakatan, SHE   memiliki potensial standar reduksi sebesar nol (E°red   SHE = 0).
2 H+   (1 M)  +  2 e- ——>   H2 (1 atm)                          E°red = 0 V
SHE  dapat digunakan untuk menentukan besarnya potensial   standar reduksi (E°red) elektroda lainnya.  Dengan   demikian, kita dapat menyusun suatu daftar yang berisi urutan nilai E°red   elektroda-elektroda,  dari yang terkecil (paling negatif)   hingga yang terbesar (paling  positif). Susunan elektroda-elektroda   tersebut di kenal dengan istilah  Deret Volta (deret   kereaktifan logam).
Li – K  – Ba –  Sr – Ca – Na – Mg – Al – Mn – Zn – Cr – Fe – Cd – Co – Ni – Sn –  Pb – H+  – Cu  – Ag – Hg – Pt – Au
Logam-logam  yang terletak di sisi kiri H+  memiliki  E°red bertanda negatif.   Semakin ke kiri, nilai E°red semakin kecil   (semakin negatif). Hal ini menandakan bahwa logam-logam tersebut semakin   sulit mengalami reduksi dan cenderung mengalami oksidasi.   Oleh sebab itu, kekuatan reduktor akan meningkat dari   kanan ke kiri. Sebaliknya, logam-logam yang terletak di sisi kanan   H+ memiliki E°red bertanda positif.   Semakin ke kanan, nilai E°red semakin  besar  (semakin positif). Hal ini berarti bahwa logam-logam tersebut  semakin  mudah mengalami reduksi dan sulit mengalami oksidasi.   Oleh sebab itu, kekuatan oksidator akan  meningkat  dari  kiri ke kanan. Singkat kata, logam yang terletak  disebelah kanan   relatif terhadap logam lainnya, akan mengalami reduksi.   Sementara, logam yang terletak di sebelah kiri relatif terhadap logam   lainnya, akan mengalami oksidasi. Logam yang terletak   disebelah kiri relatif terhadap logam lainnya mampu mereduksi   ion logam menjadi logam (mendesak ion dari larutannya   menjadi logam). Sebaliknya, logam yang terletak di sebelah   kanan relatif terhadap logam lainnya mampu  mengoksidasi logam   menjadi ion logam (melarutkan logam menjadi ion dalam   larutannya).
Sebagai   contoh, kita ingin merangkai sebuah sel volta dengan   menggunakan elektroda Fe dan Ni. Berdasarkan susunan logam pada deret   volta,  logam Fe terletak di sebelah kiri relatif terhadap    logam Ni. Hal ini  menandakan bahwa logam Ni lebih mudah tereduksi   dibandingkan logam  Fe. Akibatnya, dalam sel volta,   elektroda Ni berfungsi sebagai katoda, sedangkan   elektroda Fe berfungsi sebagai anoda. Reaksi yang   terjadi pada sel volta adalah sebagai berikut :
Katoda (+)       :   Ni2+  +   2 e-  ——>  Ni  ……………………. (1)
Anoda (-)          :   Fe  ——>  Fe2+ +  2 e-  ……………………. (2)
Reaksi Sel         :   Fe  +  Ni2+ ——>   Fe2+ +  Ni    …………………………………… [(1) + (2)]
Notasi  Sel        :   Fe / Fe2+ //  Ni2+  / Ni
Sesuai dengan kesepakatan, potensial   sel (E°sel) merupakan kombinasi dari E°red   katoda dan E°red anoda,  yang  ditunjukkan melalui persamaan berikut :
E°sel = E° katoda   –  E° anoda
Potensial  reduksi standar (E°red)  masing-masing elektroda  dapat dilihat pada Tabel Potensial  Standar Reduksi.  Dari tabel, terlihat bahwa nilai E°red  Fe adalah  sebesar -0,44 V. Sementara nilai E°red  Ni adalah  sebesar -0,25 V. Dengan demikian, nilai E°sel  Fe/Ni adalah  sebagai berikut :
E°sel = -0,25 – (-0,44) = +0,19  V
Suatu reaksi redoks dapat   berlangsung spontan apabila nilai E°sel positif.   Reaksi tidak dapat berlangsung spontan apabila   nilai E°sel negatif. Reaksi yang dapat   berlangsung spontan justru adalah reaksi kebalikannya.
Apabila larutan tidak dalam keadaan  standar, maka  hubungan antara potensial sel (Esel) dengan   potensial sel standar (E°sel) dapat   dinyatakan dalam persamaan Nerst berikut ini :
 E sel = E°sel   – (RT/nF) ln Q
Pada  suhu 298 K (25°C), persamaan Nerst berubah  menjadi  sebagai berikut :
  E sel = E°sel  –  (0,0257/n) ln Q
 E sel = E°sel   – (0,0592/n) log Q
Esel = potensial sel pada keadaan tidak  standar
E°sel =  potensial sel pada keadaan  standar
R = konstanta gas ideal =  8,314  J/mol.K
T = suhu mutlak (K) [dalam hal  ini, kita menggunakan  temperatur kamar, 25°C atau 298 K]
n = jumlah mol elektron yang terlibat dalam redoks
F = konstanta Faraday = 96500 C/F
Q = rasio konsentrasi ion produk  terhadap  konsentrasi ion reaktan
Selama  proses reaksi  redoks berlangsung, elektron akan  mengalir dari anoda  menuju katoda.   Akibatnya, konsentrasi ion  reaktan akan berkurang, sebaliknya   konsentrasi ion produk akan  bertambah. Nilai Q akan meningkat, yang   menandakan bahwa nilai Esel  akan menurun.  Pada saat reaksi mencapai kesetimbangan, aliran elektron  akan terhenti.  Akibatnya, Esel = 0 dan Q =  K (K= konstanta  kesetimbangan kimia). Dengan demikian, konstanta  kesetimbangan kimia (K)  dapat ditentukan melalui sel volta.
Melalui pembahasan persamaan  Nerst,  dapat terlihat bahwa besarnya potensial sel dipengaruhi  oleh  konsentrasi. Dengan demikian, kita dapat merakit sel volta    yang tersusun dari dua elektroda yang identik, tetapi masing-masing    memiliki konsentrasi ion yang berbeda. Sel seperti ini dikenal dengan    istilah Sel Konsentrasi.
Sebagai  contoh, sel konsentrasi dengan  elektroda Zn,  masing-masing memiliki konsentrasi ion seng sebesar 1,0 M  dan 0,1 M. Larutan  yang relatif pekat akan mengalami  reduksi, sementara larutan yang  lebih encer mengalami oksidasi.  Potensial standar  sel (E°sel) untuk  sel konsentrasi adalah  nol (0). Reaksi yang terjadi pada sel  konsentrasi Zn  adalah sebagai berikut :
Katoda (+)        :   Zn2+ (1,0 M)  +  2 e-  ——>  Zn ……………………..  (1)
Anoda  (-)         :   Zn   ——>   Zn2+ (0,1 M)  +  2 e‑  …………………….. (2)
Reaksi Sel         :   Zn2+ (1,0 M)  ——> Zn2+ (0,1 M)  …………………………….. [(1) + (2)]
Notasi  Sel        :   Zn / Zn2+ (0,1 M)  // Zn2+ (1,0 M) /  Zn
Potensial  sel  konsentrasi dapat diperoleh melalui persamaan  Nerst berikut  :
E  sel = E°sel  –  (0,0257/2) ln ([Zn2+]   encer /  [Zn2+]   pekat)
E  sel = 0  – (0,0257/2) ln [(0,1]  / [1,0])
E sel =  0,0296 volt
Potensial sel  konsentrasi umumnya   relatif kecil dan semakin berkurang selama  proses reaksi berlangsung.   Reaksi akan terus berlangsung hingga kedua  wadah mencapai keadaan   konsentrasi ion sama. Apabila konsentrasi ion  kedua wadah telah sama, Esel  = 0 dan aliran  elektron terhenti.
Aplikasi pengetahuan sel  volta dapat  ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu  contoh aplikasi sel  volta adalah penggunaan batu  baterai. Baterai  adalah sel galvani,  atau gabungan dari beberapa sel  galvani , yang dapat digunakan sebagai  sumber arus listrik.  Beberapa jenis baterai yang  kita gunakan dalam kehidupan  sehari-hari, antara lain :
1.  The Dry Cell Battery
Dikenal dengan  istilah sel  Leclanche atau batu baterai kering.  Pada batu  baterai kering, logam seng berfungsi sebagai anoda.  Katodanya  berupa  batang grafit yang berada di tengah  sel. Terdapat satu  lapis mangan  dioksida dan karbon hitam mengelilingi  batang grafit dan  pasta kental  yang terbuat dari amonium klorida dan  seng (II) klorida  yang berfungsi  sebagai elektrolit. Potensial yang  dihasilkan sekitar 1,5  volt.
Reaksi  selnya adalah  sebagai berikut :
Katoda  (+)   :    2 NH4+(aq) + 2  MnO2(s)  + 2 e- ——>  Mn2O3(s) +  2 NH3(aq)  + H2O(l)  ……………… (1)
Anoda (-)     :   Zn(s) ——>  Zn2+(aq)   + 2 e- …………….. (2)
Reaksi  Sel    :   2 NH4+(aq)  + 2  MnO2(s) + Zn(s) ——>  Mn2O3(s)  +  2 NH3(aq) + H2O(l) + Zn2+(aq)   …………….. [(1) + (2)]
Pada   batu  baterai kering alkalin (baterai alkalin), amonium klorida yang   bersifat  asam pada sel kering diganti dengan kalium hidroksida yang   bersifat  basa (alkalin). Dengan bahan kimia ini, korosi pada bungkus   logam seng  dapat dikurangi.
2. The Mercury  Battery
Sering  digunakan  pada dunia kedokteran dan  industri elektronik. Sel merkuri  mempunyai  struktur menyerupai sel  kering. Dalam baterai ini, anodanya adalah  logam seng  (membentuk amalgama dengan merkuri), sementara katodanya  adalah  baja (stainless steel cylinder).  Elektrolit  yang digunakan  dalam baterai ini adalah merkuri (II)  Oksida, HgO.   Potensial yang  dihasilkan sebesar 1,35 volt.
Reaksi  selnya adalah sebagai berikut :
Katoda  (+)   :   HgO(s) +  H2O(l)  +  2 e-  ——>  Hg(l) +  2 OH-(aq)        …………………… (1)
Anoda  (-)     :    Zn(Hg)  +  2 OH-(aq) ——>  ZnO(s)  +   H2O(l) +  2 e‑  …………………..   (2)
Reaksi sel    :   Zn(Hg)  +   HgO(s)  ——>   ZnO(s) +  Hg(l)                 ………………………. [(1) + (2)]
3.  The Lead Storage Battery
Dikenal  dengan sebutan baterai mobil atau  aki/accu.  Baterai penyimpan plumbum (timbal) terdiri  dari enam sel yang terhubung  secara seri. Anoda pada setiap sel  adalah plumbum (Pb),  sedangkan katodanya adalah plumbum dioksida (PbO2).   Elektroda dicelupkan ke dalam larutan asam sulfat (H2SO4).
Reaksi selnya pada saat pemakaian  aki adalah  sebagai berikut :
Katoda  (+)   :   PbO2(s)  +  4 H+(aq) +  SO42-(aq)   +  2 e- ——>  PbSO4(s) +  2 H2O(l)      ………………… (1)
Anoda  (-)     :    Pb(s) +  SO42-(aq) ——>    PbSO4(s) + 2 e- …………………………… (2)
Reaksi sel    :   PbO2(s)  +   Pb(s)  +  4 H+(aq) +  2 SO42-(aq)   ——>  2 PbSO4(s) +  2 H2O(l)    ……………………. [(1) + (2)]
Pada   kondisi  normal, masing-masing sel menghasilkan potensial sebesar 2   volt.  Dengan demikian, sebuah aki dapat menghasilkan potensial sebesar   12  volt. Ketika reaksi diatas terjadi, kedua elektroda menjadi  terlapisi   oleh padatan plumbum (II) sulfat, PbSO4, dan asam sulfatnya   semakin habis.
Semua  sel galvani   menghasilkan listrik sampai semua reaktannya habis,  kemudian harus   dibuang. Hal ini terjadi pada sel kering dan sel  merkuri. Namun, sel aki   dapat diisi ulang (rechargeable),  sebab reaksi redoksnya  dapat  dibalik untuk menghasilkan reaktan  awalnya. Reaksi yang terjadi  saat  pengisian aki merupakan kebalikan  dari reaksi yang terjadi saat   pemakaian aki.
4. The Lithium-Ion Battery
Digunakan  pada peralatan  elektronik, seperti  komputer, kamera digital, dan  telepon seluler.  Baterai ini memiliki  massa yang ringan sehingga  bersifat portable.  Potensial yang  dihasilkan cukup besar, yaitu sekitar 3,4 volt. Anodanya  adalah  Li dalam grafit, sementara katodanya adalah  oksida  logam transisi (seperti CoO2). Elektrolit yang  digunakan  adalah pelarut organik dan sejumlah garam organik.
 Reaksi yang terjadi  adalah  sebagai berikut :
Katoda  (+)   :   Li+(aq)  +  CoO2(s) +   e- ——>  LiCoO2(s)   ………………. (1)
Anoda           :   Li(s)  ——>    Li+ (aq) + e- ……………….  (2)
Reaksi sel    :   Li(s) +    CoO2(s) ——>  LiCoO2(s)  ……………………. [(1) + (2)]
5.  Fuel Cell
Dikenal pula dengan  istilah sel bahan bakar.  Sebuah sel bahan  bakar hidrogen-oksigen yang  sederhana  tersusun atas dua  elektroda inert dan larutan elektrolit,  seperti  kalium hidroksida.  Gelembung gas hidrogen dan oksigen  dialirkan pada  masing-masing  elektroda. Potensial yang dihasilkan  adalah sebesar 1,23  volt.
Reaksi yang terjadi adalah  sebagai berikut :
Katoda  (+)   :   O2(g) +  2 H2O(l)  +4 e-  ——>  4 OH-(aq)   ………………..(1)Anoda (-)     :   2 H2(g) + 4  OH-(aq)  ——>  4 H2O(l)  + 4 e- ……………………… (2)
Reaksi sel     :   O2(g) +  2 H2(g)  ——>  2 H2O(l)  ………………. [(1) + (2)]
  Korosi adalah persitiwa  teroksidasinya besi membentuk karat  besi (Fe2O3.xH2O).   Korosi besi  disebabkan oleh beberapa faktor, seperti adanya air, gas   oksigen, dan  asam.  Karat besi dapat mengurangi kekuatan besi. Oleh   karena itu,  korosi besi harus dicegah.
Korosi   merupakan  salah satu reaksi redoks yang tidak diharapkan. Reaksi yang   terjadi  selama proses korosi adalah sebagai berikut :
Katoda (+)       :   O2(g)  +   4 H+(aq)  + 4 e-  ——>  2 H2O(l)  ………………………  (1)
Anoda (-)          :   2 Fe(s) ——>   2 Fe2+(aq)  + 4 e- ……………….  (2)
Reaksi sel        :   2 Fe(s)   +  O2(g)  +  4  H+(aq) ——>  2 Fe2+(aq)  +   2 H2O(l) …………….. [(1) + (2)]
E°sel = +1,67 volt
Ion Fe2+ akan teroksidasi  kembali oleh  sejumlah gas oksigen menghasilkan ion Fe3+  (karat besi).  Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
4 Fe2+(aq) +  O2(g)  + (4+2x) H2O(l)  ——>  2 Fe2O3.xH2O(s)  +  8 H+(aq)
Untuk  melindung logam besi dari proses korosi, beberapa  metode proteksi dapat  diterapkan, antara lain :
1. Melapisi  permukaan logam besi dengan lapisan cat
2.  Melapisi permukaan logam besi  dengan lapisan minyak (gemuk)
3.  Melapisi permukaan logam besi dengan oksida  inert (seperti Cr2O3  atau Al2O3)
4. Proteksi Katodik (Pengorbanan Anoda)
Suatu metode proteksi logam besi dengan menggunakan   logam-logam yang lebih reaktif dibandingkan besi (logam-logam dengan E°red   lebih kecil dari  besi), seperti seng dan magnesium. Dengan   metode ini, logam-logam  yang lebih reaktif tersebut akan teroksidasi,   sehingga logam besi  terhindar dari peristiwa oksidasi. Oleh karena logam   pelindung, dalam  hal ini “mengorbankan diri” untuk melindungi besi,   maka logam tersebut  harus diganti secara berkala.
5. Melapisi permukaan logam besi dengan logam lain   yang inert terhadap korosi
Metode  ini  menggunakan logam-logam yang kurang reaktif dibandingkan besi   (logam-logam dengan E°red lebih   besar  dari besi), seperti timah dan tembaga. Pelapisan secara   sempurna  logam inert pada permukaan logam besi dapat mencegah kontak   besi  dengan agen penyebab korosi (air, asam, dan gas oksigen). Akan   tetapi,  apabila terdapat cacat atau terkelupas (tergores), akan terjadi    percepatan korosi.
Elektrokimia II : Sel Elektrolisis
Dalam  tulisan  ini, kita akan mempelajari tentang  reaksi-reaksi sel  elektrolisis  (aspek kualitatif). Kemudian kita akan  menghitung massa  endapan logam  dan volume gas yang dihasilkan dari  reaksi elektrolisis  (aspek  kuantitatif). Kita juga akan mempelajari  pengaruh besarnya arus   listrik terhadap kuantitas produk elektrolisis  yang dihasilkan.
Sel Elektrolisis  adalah   sel yang menggunakan arus listrik untuk menghasilkan  reaksi redoks  yang  diinginkan dan digunakan secara luas di dalam  masyarakat kita.  Baterai  aki yang dapat diisi ulang merupakan salah  satu contoh  aplikasi sel  elektrolisis dalam kehidupan sehari-hari (lihat  Elektrokimia I :  Penyetaraan Reaksi Redoks dan Sel Volta).  Baterai aki yang sedang  diisi kembali (recharge) mengubah  energi listrik yang diberikan  menjadi produk berupa bahan kimia yang  diinginkan. Air, H2O,   dapat diuraikan dengan menggunakan  listrik dalam sel elektrolisis.   Proses ini akan mengurai air menjadi  unsur-unsur pembentuknya. Reaksi   yang terjadi adalah sebagai berikut :      2 H2O(l)  ——>  2 H2(g) + O2(g)
Rangkaian sel elektrolisis hampir   menyerupai sel volta. Yang membedakan sel   elektrolisis dari sel volta adalah, pada sel   elektrolisis, komponen voltmeter diganti   dengan sumber arus (umumnya baterai).  Larutan atau   lelehan yang ingin dielektrolisis, ditempatkan dalam  suatu wadah.   Selanjutnya, elektroda dicelupkan ke dalam larutan maupun  lelehan   elektrolit yang ingin dielektrolisis. Elektroda yang  digunakan umumnya   merupakan elektroda inert, seperti Grafit (C),  Platina (Pt), dan Emas   (Au). Elektroda berperan sebagai tempat  berlangsungnya reaksi. Reaksi reduksi   berlangsung di katoda, sedangkan reaksi oksidasi   berlangsung di anoda. Kutub  negatif   sumber arus mengarah pada katoda (sebab memerlukan elektron)  dan kutub   positif sumber arus tentunya mengarah pada anoda. Akibatnya, katoda   bermuatan negatif dan menarik kation-kation   yang akan tereduksi menjadi endapan logam. Sebaliknya,  anoda  bermuatan positif dan menarik anion-anion  yang  akan teroksidasi menjadi gas. Terlihat  jelas bahwa  tujuan elektrolisis adalah untuk mendapatkan endapan logam  di katoda dan  gas di anoda.
Ada dua tipe   elektrolisis, yaitu elektrolisis lelehan (leburan) dan  elektrolisis  larutan. Pada proses elektrolisis  lelehan, kation  pasti tereduksi di katoda dan anion pasti  teroksidasi di anoda.  Sebagai contoh, berikut ini adalah reaksi  elektrolisis lelehan garam  NaCl (yang dikenal dengan istilah sel  Downs) :
Katoda (-)            :    2 Na+(l)  + 2 e- ——>  2 Na(s)  ……………….. (1)
Anoda (+)            :    2 Cl-(l)    Cl2(g)  +  2 e-  ……………….. (2)
Reaksi sel            :   2  Na+(l)  +  2 Cl-(l)  ——>   2 Na(s) +   Cl2(g) ……………….. [(1) + (2)]
Reaksi elektrolisis lelehan garam NaCl menghasilkan   endapan logam natrium di katoda dan gelembung gas Cl2 di   anoda. Bagaimana halnya jika lelehan garam NaCl diganti   dengan larutan garam NaCl? Apakah proses yang terjadi   masih sama? Untuk mempelajari reaksi elektrolisis larutan  garam  NaCl, kita mengingat kembali Deret Volta (lihat   Elektrokimia I : Penyetaraan Reaksi Redoks dan Sel Volta).
Pada katoda, terjadi  persaingan  antara air dengan ion Na+. Berdasarkan Tabel   Potensial Standar Reduksi, air memiliki E°red yang   lebih besar dibandingkan ion Na+. Ini berarti, air lebih   mudah tereduksi dibandingkan ion Na+. Oleh   sebab itu, spesi yang bereaksi di katoda adalah air.   Sementara, berdasarkan Tabel Potensial Standar Reduksi,   nilai E°red ion Cl- dan air   hampir sama. Oleh karena oksidasi air memerlukan potensial tambahan (overvoltage),   maka oksidasi ion Cl- lebih mudah dibandingkan   oksidasi air. Oleh sebab itu, spesi yang bereaksi di anoda   adalah ion Cl-. Dengan demikian, reaksi yang   terjadi pada elektrolisis larutan garam NaCl adalah   sebagai berikut :
Katoda (-)             :    2 H2O(l) +  2 e- ——>  H2(g)    +  2 OH-(aq) ……………….. (1)
Anoda (+)            :   2 Cl-(aq)   ——>  Cl2(g)  +  2 e- ……………….. (2)
Reaksi sel            :   2 H2O(l)   +  2 Cl-(aq)  ——>  H2(g) +    Cl2(g)  +  2 OH-(aq) ……………………. [(1) +   (2)]
Reaksi elektrolisis   larutan garam NaCl menghasilkan gelembung gas H2 dan   ion OH‑ (basa) di katoda serta gelembung gas Cl2 di   anoda. Terbentuknya ion OH- pada  katoda dapat dibuktikan   dengan perubahan warna larutan dari bening  menjadi merah muda setelah   diberi sejumlah indikator fenolftalein  (pp). Dengan demikian, terlihat   bahwa produk elektrolisis lelehan  umumnya berbeda dengan produk   elektrolisis larutan.
Selanjutnya  kita  mencoba mempelajari elektrolisis larutan Na2SO4.   Pada katoda, terjadi persaingan antara air dan ion Na+.   Berdasarakan nilai E°red, maka air yang   akan tereduksi di katoda. Di lain   sisi, terjadi persaingan antara ion SO42- dengan   air di anoda. Oleh karena bilangan oksidasi S pada   SO4-2  telah mencapai keadaan   maksimumnya, yaitu +6, maka spesi SO42-   tidak dapat mengalami oksidasi. Akibatnya, spesi air yang akan teroksidasi   di anoda. Reaksi yang terjadi adalah sebagai   berikut :
Katoda (-)            :    4 H2O(l)  +  4 e- ——>  2 H2(g)   +  4 OH-(aq)  ……………….. (1)
Anoda (+)            :    2 H2O(l)   ——>   O2(g) +  4 H+(aq)  +  4  e- ……………….. (2)
Reaksi sel            :   6 H2O(l) ——>    2 H2(g) +  O2(g) +  4 H+(aq) +    4 OH-(aq) …………………….. [(1) + (2)] 6 H2O(l) ——>   2 H2(g)  +  O2(g) +  4 H2O(l) ………………….   [(1) + (2)]
2 H2O(l)   ——>  2 H2(g) +  O2(g) ……………………..   [(1) + (2)]
Dengan  demikian, baik  ion Na+ maupun SO42-,   tidak bereaksi.  Yang terjadi justru adalah peristiwa elektrolisis air   menjadi  unsur-unsur pembentuknya. Hal yang serupa juga ditemukan pada   proses  elektrolisis larutan Mg(NO3)2 dan K2SO4.
Bagaimana  halnya jika elektrolisis  lelehan maupun  larutan menggunakan elektroda  yang tidak inert, seperti  Ni, Fe, dan  Zn? Ternyata, elektroda yang  tidak inert hanya dapat  bereaksi di anoda,  sehingga produk yang dihasilkan di anoda  adalah ion  elektroda yang larut (sebab logam yang tidak  inert mudah  teroksidasi). Sementara, jenis elektroda tidak  mempengaruhi produk  yang dihasilkan di katoda. Sebagai  contoh, berikut  adalah proses elektrolisis larutan garam NaCl dengan  menggunakan  elektroda Cu :
Katoda  (-)            :    2 H2O(l) +  2 e-  ——>  H2(g)   +  2 OH-(aq) ……………………..   (1)
Anoda (+)             :   Cu(s) ——>   Cu2+(aq) +  2 e-  ……………………..  (2) 
Reaksi  sel            :   Cu(s) +  2 H2O(l)  ——>   Cu2+(aq) +  H2(g)  +  2  OH-(aq)  ……………………..  [(1) + (2)] 
Dari pembahasan di atas, kita dapat menarik  beberapa  kesimpulan yang berkaitan dengan reaksi elektrolisis :
- Baik elektrolisis lelehan maupun larutan, elektroda inert tidak akan bereaksi; elektroda tidak inert hanya dapat bereaksi di anoda
- Pada elektrolisis lelehan, kation pasti bereaksi di katoda dan anion pasti bereaksi di anoda
- Pada elektrolisis larutan, bila larutan mengandung ion alkali, alkali tanah, ion aluminium, maupun ion mangan (II), maka air yang mengalami reduksi di katoda
- Pada elektrolisis larutan, bila larutan mengandung ion sulfat, nitrat, dan ion sisa asam oksi, maka air yang mengalami oksidasi di anoda
Salah  satu aplikasi sel elektrolisis  adalah pada proses yang disebut penyepuhan.  Dalam  proses penyepuhan,  logam yang lebih mahal  dilapiskan  (diendapkan sebagai lapisan tipis)  pada permukaan logam yang  lebih  murah dengan cara elektrolisis.  Baterai umumnya digunakan sebagai   sumber listrik selama proses penyepuhan berlangsung.   Logam yang ingin disepuh berfungsi sebagai katoda dan   lempeng perak (logam pelapis) yang merupakan logam penyepuh berfungsi   sebagai anoda.  Larutan elektrolit yang digunakan harus   mengandung spesi ion logam  yang sama dengan logam penyepuh (dalam hal   ini, ion perak). Pada  proses elektrolisis, lempeng perak di anoda akan   teroksidasi dan larut  menjadi ion perak. Ion perak tersebut kemudian   akan diendapkan  sebagai lapisan tipis pada permukaan katoda. Metode ini   relatif mudah  dan tanpa biaya yang mahal, sehingga banyak digunakan  pada  industri  perabot rumah tangga dan peralatan dapur.
Setelah kita  mempelajari aspek kualitatif reaksi   elektrolisis, kini kita akan  melanjutkan dengan aspek kuantitatif sel   elektrolisis. Seperti yang  telah disebutkan di awal, tujuan utama   elektrolisis adalah untuk  mengendapkan logam dan mengumpulkan gas dari   larutan yang  dielektrolisis. Kita dapat menentukan kuantitas produk yang   terbentuk  melalui konsep mol dan stoikiometri.
Satuan yang sering  ditemukan dalam aspek kuantitatif  sel  elektrolisis adalah Faraday (F).  Faraday didefinisikan sebagai  muatan  (dalam Coulomb) mol elektron.  Satu Faraday equivalen dengan satu  mol  elektron. Demikian halnya,  setengah Faraday equivalen dengan  setengah  mol elektron. Sebagaimana  yang telah kita ketahui, setiap satu  mol  partikel mengandung 6,02 x 1023 partikel.   Sementara setiap elektron mengemban muatan sebesar  1,6 x 10-19 C.   Dengan demikian :
1 Faraday  =   1 mol  elektron  =  6,02 x 1023 partikel elektron x 1,6 x 10-19   C/partikel elektron 1 Faraday  =  96320 C (sering dibulatkan   menjadi 96500 C untuk mempermudah perhitungan)
Hubungan antara Faraday dan Coulomb dapat dinyatakan  dalam  persamaan berikut :
Faraday   =  Coulomb /  96500
Coulomb  =   Faraday x 96500
Coulomb  adalah  satuan muatan listrik. Coulomb  dapat diperoleh melalui  perkalian arus  listrik (Ampere) dengan waktu  (detik). Persamaan yang  menunjukkan  hubungan Coulomb, Ampere, dan detik  adalah sebagai berikut  :
Coulomb  =   Ampere  x  Detik
Q  =  I  x  t
Dengan demikian, hubungan antara Faraday, Ampere,  dan  detik adalah sebagai berikut :
Faraday    =  (Ampere  x  Detik)  /  96500
Faraday   =  (I  x  t)  /  96500
Dengan   mengetahui besarnya Faraday pada reaksi elektrolisis, maka  mol  elektron  yang dibutuhkan pada reaksi elektrolisis dapat ditentukan.    Selanjutnya, dengan memanfaatkan koefisien reaksi pada masing-masing setengah   reaksi di katoda dan anoda, kuantitas produk elektrolisis dapat   ditemukan.
Berikut ini adalah  beberapa  contoh soal aspek kuantitatif sel elektrolisis :
1. Pada elektrolisis larutan AgNO3  dengan  elektroda  inert dihasilkan gas oksigen sebanyak 5,6 L pada  STP.  Berapakah jumlah  listrik dalam Coulomb yang dialirkan pada proses   tersebut?
Penyelesaian :
Reaksi  elektrolisis larutan AgNO3 dengan  elektroda inert adalah  sebagai berikut :
Katoda (-)   :  Ag+   +  e-  ——>  Ag
Anoda  (+)   :  2 H2O(l)   ——>  O2(g) +  4  H+(aq) +  4 e-
Gas O2 terbentuk di anoda.  Mol gas O2  yang terbentuk sama dengan 5,6 L / 22,4 L = ¼ mol  O2
Berdasarkan  persamaan reaksi di anoda,  untuk menghasilkan ¼ mol gas  O2, maka jumlah mol elektron  yang terlibat adalah sebesar  4  x ¼ = 1 mol elektron.
1 mol  elektron = 1 Faraday = 96500 C
Jadi,  jumlah listrik yang terlibat adalah sebesar  96500 C
2.  Unsur Fluor dapat diperoleh  dengan  cara elektrolisis lelehan NaF.  Berapakah waktu yang diperlukan  untuk  mendapatkan 15 L gas fluorin ( 1  mol gas mengandung 25 L gas)  dengan  arus sebesar 10 Ampere?
Penyeleasian   :
Reaksi elektrolisis lelehan  NaF  adalah sebagai berikut :
K  (-) : Na+(l)   +  e-  ——>   Na(s)
A (-) : 2 F-(l)  ——>  F2(g)    +  2 e-
Gas  F2 terbentuk di anoda.  Mol gas F2 yang  terbentuk adalah sebesar 15 L / 25 L = 0,6  mol F2
Berdasarkan  persamaan reaksi di anoda,  untuk menghasilkan 0,6 mol  gas F2, akan melibatkan mol  elektron sebanyak 2 x 0,6 = 1,2  mol elektron
1,2 mol elektron =  1,2 Faraday
Waktu  yang  diperlukan dapat dihitung melalui persamaan berikut :
Faraday = (Ampere x Detik) / 96500
1,2  =  (10 x t)  / 96500
t  =  11850 detik  =  3,22 jam
Jadi,  diperlukan waktu selama 3,22 jam  untuk menghasilkan 15 L gas fluorin
3. Arus sebesar 0,452 A dilewatkan pada sel  elektrolisis yang  mengandung lelehan CaCl2 selama 1,5 jam.  Berapakah jumlah  produk yang dihasilkan pada masing-masing elektroda?
Penyelesaian :
Reaksi  elektrolisis lelehan CaCl2 adalah  sebagai berikut :
K (-) : Ca2+(l)   +  2 e-   ——>  Ca(s)
A (+) : 2  Cl-(l)  ——>  Cl2(g) +  2 e-
Mol elektron yang terlibat dalam reaksi ini dapat   dihitung dengan persamaan berikut :
Faraday   =  (Ampere x Detik) / 96500
Faraday  =   (0,452 x  1,5  x  3600) / 96500  mol elektron
Berdasarkan persamaan reaksi di katoda,  mol Ca  yang dihasilkan adalah setengah dari mol elektron yang terlibat.  Dengan  demikian, massa Ca yang dihasilkan adalah :
Massa Ca = mol Ca x Ar Ca
Massa Ca   =  ½  x  (0,452 x  1,5  x  3600) / 96500  x   40  =  0,506 gram Ca
Berdasarkan  persamaan reaksi di anoda, mol  gas Cl2 yang  dihasilkan adalah setengah dari mol elektron  yang terlibat. Dengan  demikian, volume gas Cl2 (STP) yang  dihasilkan adalah :
Volume gas Cl2  = mol Cl2  x 22,4 L
Volume  gas Cl2  =  ½  x  (0,452 x  1,5  x  3600) / 96500  x  22.4 L   =  0,283 L  gas Cl2
Jadi,   produk  yang dihasilkan di katoda adalah 0,506 gram endapan Ca dan   produk yang  dihasilkan di anoda adalah 0,283 L gas Cl2 (STP)
4.  Dalam sebuah percobaan elektrolisis,  digunakan  dua sel yang  dirangkaikan secara seri. Masing-masing sel  menerima arus  listrik yang  sama. Sel pertama berisi larutan AgNO3,   sedangkan sel kedua berisi larutan XCl3.  Jika setelah   elektrolisis selesai, diperoleh 1,44 gram logam Ag pada  sel pertama dan   0,12 gram logam X pada sel kedua, tentukanlah massa  molar (Ar) logam X   tersebut!
Penyelesaian :
Reaksi elektrolisis larutan AgNO3  :
K (-) :  Ag+(aq)  +  e-   ——>  Ag(s) 
A (+) :  2 H2O(l)  ——>  O2(g)  +  4 H+(aq)  +  4 e-
Logam Ag yang  dihasilkan sebanyak 1,44  gram; dengan demikian, mol logam Ag yang  dihasilkan sebesar  1,44 / 108  mol Ag
Berdasarkan  persamaan  reaksi di katoda, mol elektron yang  dibutuhkan untuk  menghasilkan logam Ag sama dengan mol logam Ag (koefisien  reaksinya  sama)
Sehingga, mol   elektron yang digunakan dalam proses elektrolisis ini adalah sebesar     1,44 / 108 mol  elektron
Reaksi   elektrolisis larutan XCl3 :
K  (-) :  X3+(aq)  +  3 e-    ——>  X(s) 
A  (+) : 2 Cl-(l)  ——>  Cl2(g) +  2 e-
Arus  yang sama dialirkan pada sel  kedua, sehingga,  mol elektron yang  digunakan dalam proses elektrolisis  ini sama seperti  sebelumya, yaitu  sebesar 1,44 / 108 mol  elektron
Berdasarkan persamaan reaksi di katoda,   mol logam X yang dihasilkan sama dengan  1 / 3 kali mol elektron,  yaitu  sebesar  1 / 3  x  1,44 / 108 mol X
Massa logam X  =  0,12 gram; dengan demikian, massa molar (Ar)   logam X adalah sebagai berikut:
mol   =   massa / Ar
Ar  = massa /  mol
Ar  =  0,12 / (1 / 3  x   1,44  / 108)  =  27
Jadi, Ar  dari logam X adalah 27
Dikutip dari: http://ade-tea.blogspot.com/2011/02/cara-membuat-widget-artikel-yang.html#ixzz1GwsyyEYg
 Categories :
 Categories :   00.46
00.46
 science
science

 


0 komentar:
Posting Komentar